“13 days in the mountain” sebuah catatan pasca Leuser

leuser1

Tak terasa sudah lewat seminggu semenjak kepulanganku dari Leuser, atapnya tanah rencong Aceh. Namun “13 days in the mountain” meninggalkan banyak sekali hal yang membuat aku melihat sisi lain dari diriku sendiri disaat berhadapan dengan alam rimba raya gunung Leuser. Selama 13 hari ada banyak hal yang muncul di benak ini dsaat aku terdiam menapaki terjalnya tanjakan rute Pucuk Angkasan yang tanpa ampun terkadang membuat nafas terasa tercekik, saat aku menahan nafas menguatkan hati meski badan ini sudah kecil tetap saja tersangkut sewaktu merayap melewati pohon tumbang di hutan lumut, atau saat aku terdiam menatap Puncak Loser yang masih jauh dan berwarna sangat biru dari puncak kayu manis, padahal kami sudah 3 hari berjalan, juga saat aku termagu menatap indahnya bunga warna warni disebuah bukit berbunga yang mirip dengan bukit Teletabis, dan saat gigi-gigi ini gemeretuk menahan dingin kala dihantam hujan dan badai di daerah Bivak Batu, juga saat duduk terdiam menikmati indahnya sore di puncak Loser, atau saat diam menatap aliran sungai yang sudah diseberangi entah yang keberapa kalinya disaat pulang dengan membuka rintisan jalan. Disaat-saat moment seperti itulah berbagai hal muncul mendadak di benak ini. Bahagia, sedih, kesal, dan haru, semua menyatu dalam diamku.

Sudah lewat seminggu pucuk-pucuk biru dari pegunungan Leuser sudah tak tampak lagi dipelupuk mata, dan kutu air dikaki juga sudah sembuh, punggung tangan yang hitam legam kebakar matahari yang hanya nongol 3 jam sehari juga sudah beransur pulih, bolong-bolong luka tangan karena tertusuk duri rotan yang tajam dan pajangpun sudah sembuh, meski pegal dipinggang akibat terantuk pohon sewaktu tubuh ini sempat meluncur turun kala injakan dan pegangan mendadak rontok disebuah gigiran jurang masih sedikit terasa (perlu cek dokter kali ya). Tapi yang membuat ku bergidik sendiri adalah napsu makanku yang masih gila, bahkan si Uni yang “ranca bana” pemilik warung padang di dekat kantorku masih terbengong-bengong melihat aku bisa nambah hingga tiga kali dan bukan itu saja dalam perjalanan pulang ke kantor aku masih sempat ngemil dua roti boy dan beli es es cream di starmart basement gedung kantorku, memang aku mengakui Leuser mengambil 6 kg bobot tubuhku mungkin karena itulah selera aku kayak kesetanan gini.

Seminggu lebih lewat sudah, dan aku tidak lagi memasakkan makanan buat dua sahabat tercintaku Maman dan Joan, dua porterku yang baik, Pak Esa dan Udin dan Guide Leuser yang tenar Mr. Jali. Bersama mereka melewati “13 days in the mountain”, bersama melihat keindahan yang belum tentu semua orang bisa menikmatinya. Sahabatku Maman dan Joan, bahagia sekali bisa menikmati keindahan itu semua bersama kalian, menikmati saat-saat kita terpukau oleh indahnya Leuser, menikmati saat-saat kita kesal waktu tahu di pondok tidak ada apa-apa, dan menikmati saat-saat lucu dimana kita bertiga harus berganti baju dalam satu tenda karena hujan diluar yang ngga kenal kompromi juga angin yang ngga mau berdamai. Terima kasih sahabat kalian telah melengkapi perjalanan ini menjadi sangat berarti bagiku, perjalanan yang juga terasa bagai sebuah semedi, karena banyak hal yang kudapat dan kusadari.

“13 days in the mountain”, senang bisa kembali lagi dengan selamat.