Climbing on the beach

siung5

“Manjat tebing pantai di Yogjakarta.” Sekilas para pemanjat pasti akan terbesit dikepalanya tebing Parangdog di dekat pantai terkenal Parang Tritis, namun ternyata selain tebing Parangdog, Yogja masih mempunyai ‘hiden treasure’ lainnya dan sangat jarang diketahui orang lain bahkan orang Yogjakarta sendiripun ada yang tidak mengetahui keberadaan tempat ini.., ya.., tempat ini dikenal dengan nama “PANTAI SIUNG” yang berada di dusun Duwet, desa Purwodadi kecamatan Tepus kabupaten Tulung Agung. Selain pantainya yang berpasir putih, tempat ini juga mempunyai tebing-tebing yang sangat menantang untuk dipanjat. Dengan tema perjalanan ‘Climbing on the beach’ rombongan mailing list HC Jakarta yang terdiri dari: Elisabeth, Ika, Hendri, Poky, Simon, Santia, Yadi, Dan Wisnu bergabung dengan HC Yogjakarta yang terdiri dari: Mba Lia, Aria, Doni dan Firman untuk melakukan pemanjatan di daerah ini.

siung1Kami berangkat ke Siung dari kediaman mba Lia atau yang dikenal juga dengan basecamp HC Yogjakarta. Dengan menggunakan dua kendaraan kami meninggalkan kota Gudeg menuju arah Selatan. Pantai Siung memang sukar untuk dicapai dengan kendaraan umum, jadi solusi untuk kesana hanya dengan kendaraan pribadi atau mencarter kendaraan umum. Pantai yang terletak laut kidul ini mempunyai pesona tersendiri, yaitu mempunyai pasir berwarna putih yang membedakannya dengan pantai laut selatan pada umumnya. Sepanjang jalan menuju Desa Purwodadi sudah diaspal mulus dan dikiri kanan jalan ditumbuhi oleh pohon jati. Sudah tak heran kalau musim panas mulai dari bulan Juli daerah ini berubah menjadi kering kerontang. Dari Desa Purwodadi jalan membelok kekiri mengarah kedaerah pantai dusun Duwet, kondisi jalan masih jelek berbatu, agaknya kondisi seperti ini membuat pantai ini jarang dikunjungi. Tidak lama menempuh jalan berbatu tersebut, akhirnya kami sampai di pantai Siung, pantai ini bersih dan berpasir putih dikiri kanan pantai diapit oleh tebing-tebing kars dan karang. Beberapa teman langsung melompat keluar kendaraan dan berlari kearah pantai. Saya mengedarkan pandangan sejenak menikmati persona pantai ini, sementara yang lain mendekati sebuah tebing yang menghadap kepantai, di tebing ini terdapat sebuah jalur panjat yang bernama jalur Selamat Datang. Ya.., patas sekali dinamakan selamat datang karena posisinya yang langsung kelihatan begitu kita menjejakan kaki di pantai ini.

Setelah survei sejenak akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan basecamp di sebuah areal yang terdapat di antara tebing-tebing dan menghadap ke laut. Lokasi ini dikenal juga dengan nama Centre Hall, dilokasi ini terdapat dua jalur pemanjatan yaitu jalur sembilan Bor dan Jalur Pacaran. Menurut informasi ketiga jalur tersebut diatas di buat oleh seorang pemanjat asal Jepang yang bernama Takeuchi bersama pacarnya. Selain tiga jalur itu masih ada lima jalur panjat lagi, akan tetapi tidak ada keterangan yang menjelaskan siapa pembuat jalur tersebut bahkan namanya juga tidak ada. Setelah menikmati santap siang kami mulai menjajal jalur Sembilan Bor, jalur ini kami panjat bergantian karena kami hanya mempunyai satu gulung kernmantel. Ternyata jalur ini mempunyai dua pecahan alternative yang masing-masingnya mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Selain jalur panjat, dilokasi centre hall ini terdapat juga tempat untuk boulder yang berfariasi. Sungguh Pantai Siung ini cocok diberi sebutan ‘surga pemanjat’. Satu persatu kami menjajal tebing di wilayah ini , tak ketinggalan moderator dan perwakilan Yogjakarta Mba Lia unjuk kebolehan menjajal jalur delapan Bor dan dipanjat on sight!!!, diam-diam rupanya mba kita ini mempunyai keahlian panjat tebing juga.

siung2Waktu terasa cepat berlalu, dan senjapun mulai turun di pantai siung. Biasan dari cahaya matahari yang tenggelam meninggalkan pesona tersendiri diatas langit dan ditambah dengan jejeran tebing berbentuk berbagai macam relief berwana gelap, semakin menambah keindahan pantai ini. Sementara teman-teman mulai sibuk membakar ikan untuk santap malam, suasana semakin meriah saat mengelilingi api unggun dan banyolan-banyolan semakin membuat kami terlarut dalam keakrapan yang hangat. Malam semakin larut hembusan angin yang sejuk`ditambah perut yang kenyang oleh ikan bakar membuat mata tak bisa diajak kompromi, satu persatu mulai beranjak keperaduan masing-masing, semetara nyanyian ombak laut kidul terdengar makin jelas dan hebusan angin terasa menyejukan dan membuat kami cepat terlelap dalam mimpi masing-masing.

Saya terbangun saat suara langkah melewati flysheet tempat saya tidur, ternyata mba Lia sudah bangun dan diikuti oleh Ika, Ibet, Santia dan Firman. Mereka akan menikmati suasana sunrise di tepi pantai, saya kembali bergelung melanjutkan tidur. Tapi lama kemudian saya bangun dan meraih kamera serta handycam, sepertinya sayang juga melewati indahnya pagi hari ini hanya dengan memperpanjang tidur. Tak lama kemudian kaki saya telah menapaki hamparan pasir putih pantai siung dan terus berjalan kearah timur. Ternyata di sisi sebelah timur ini saya menjumpai banyak sekali tebing-tebing akan tetapi kondisi batuannya masih basah oleh air ini menandakan proses pelarutan gamping masih berlanjut pada tebing tersebut. Lagi asyiknya menikmati suasana, tiba-tiba saya mendengar nama saya dipagil oleh suara perempuan. Saya kaget karena di areal tebing di pinggir pantai tersebut tidak ada orang selain saya, jangan-jangan………Nyi ratu nih…, pikir saya.., pada panggilan berikut terdengar jelas ternyata berasal dari atas tebing, rupanya itu suara si Ika, saya mendogakkan kepala terlihat diatas tebing tinggi itu berdiri Mba Lia, Ibet, dan Santia. Saya menyusul mereka keatas dengan memutari tebing dan mendaki dari sisi yang landai. Setelah puas menikmati suasana pagi Siung dari ketinggian, kamipun turun dan menemukan tempat yang aman untuk berenang. Daerah pantai ini memang dilarang untuk berenang karena arusnya yang cukup deras dan bisa menyeret orang yang berenang ketengah. Akan tetapi tempat kami berenang cukup aman dan kamipun berenang sepuas-puasnya.

siung4Tak lama kemudian kami kembali ke basecamp di centre hall, tampak wisnu dan Doni tengah menjajal rute Pacaran, kamipun bergabung. Sembari menyatap sarapan pagi khas daerah Kidul ini yaitu Nasi Tiwul ( Nasi campur singkong dan kelapa ) kami mempelajari jalur pacaran ini, konon jalur ini dinamakan begitu karena pembuatnya (Takeuchi) sedang pacaran saat membuat jalur ini. Jalur yang terdiri dari tiga hanger ini mempunyai pegangan yang cukup kecil dan licin. Rupanya improvisasi anak-anak HC tidak terbatas, kami membuat alternatif pada jalur pacaran ini yaitu traves kekanan sedikit turun ke arah roof tebing ini kemudian naik melewati roof. Satu persatu pemanjat HC menjajal jalur alternatif ini, mereka semua unjuk kebolehan melewati sebuah jalur roof hasil improfisasi kami terhadap jalur pacaran, bahkan mba Lia diluar dugaan ternyata juga seorang pemanjat andal. Bergantian kami memanjat jalur improvisasi tersebut tidak hanya karena tantanga melewati roof tersebut, akan tetapi juga karena angle photographynya sangat bagus berupa tebing roof dengan latar belakang laut kidul yang membiru.

Waktu memang sekali lagi mejadi limitasi kami, dan semakin mendekati saatnya kami harus pulang, sedangkan jalur panjat masih banyak yang belum kami jajal. Terpaksa dengan berat hati kami mempacking semua peralatan, Lain waktu kami akan kembali lagi dengan peralatan yang lebih lengkap dan waktu yang lebih cukup, sehingga lebih leluasa menikmati indahnya dan asyiknya tantangan di Pantai Siung ini. Selamat tinggal Siung, kami pasti akan kembali…